Konflik Aceh menginspirasi banyak penyanyi lokal untuk menciptakan lagu dengan latar situasi saat itu. Lagu-lagu yang lahir pada masa konflik nilainya melampaui produk studio rekaman yang mengejar angka penjualan semata.
Lagu-lagu penyanyi lokal pada masa itu bersulih jadi ekspresi kolektif yang terikat oleh ruang dan waktu dari banyak peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Berikut ini adalah tujuh lagu pilihan Matauro dengan latar belakang konflik di Aceh yang menggambarkan situasi saat itu.
1. Yatim Lam Kandoeng

Lagu yang dibawakan oleh Nur Hadizah ini menceritakan seorang istri yang suaminya dibawa pergi tentara sewaktu perempuan itu mengandung tiga bulan. Scene video klip lagu ini menampilkan seorang perempuan yang sedang menidurkan anaknya ke dalam ayunan.
2. Ie Mata Janda

Tidak jauh berbeda dari lagu sebelumnya, video klip lagu yang dinyanyikan lagu Nur Hasanah Tala ini juga menampilkan seorang perempuan yang sedang meninabobokan anaknya ke dalam ayunan. Ia berusaha menjelaskan kepada anaknya bahwa Tuhan telah menakdirkan ia dan ayahnya berpisah disebabkan fitnah.
3. Korban Fitnah

Lagu yang dinyanyikan oleh Syeh Youldy Prima ini menceritakan tentang seseorang yang berharap diberi umur agar bisa bertemu dengan sang istri yang saat itu sedang mengandung anak mereka. Video klip lagu ini mengambil latar sebuah ruangan mirip penjara di mana orang tersebut ditahan.
4. Musibah Beutong

Lagu ini merupakan duet antara Nurhayati AZ dan penyanyi cilik Ari Rama. Seperti judulnya, lagu ini mengangkat cerita pembantaian terhadap Tengku Bantaqiah beserta putra dan murid-muridnya di sebuah dayah di balik dinginnya pegunungan Singgah Mata.
5. Arakundoe

Dari Beutong, kita menuju ke Idi Cut. Yusbi Yusuf menyanyikan sebuah lagu yang menceritakan peristiwa serbuan tentara terhadap kerumunan penduduk yang baru saja pulang dari mengikuti tablig akbar, diikuti aksi penenggelaman para korban ke dasar sungai dengan pemberat.
6. Rumoh Geudong

Lagu ini dilantunkan melalui duet antara Bob Rizal dengan penyanyi perempuan bernama Desi, yang dibuka dengan suara rentetan dan teriakan anak manusia. Bukan saja tragedi Rumoh Geudong, lagu ini juga menyinggung peristiwa sebuah tempat bernama Buket Tengkorak.
7. Referendum

Adalah Yacob Tailah yang mempopulerkan lagu dengan latar gegap gempita referendum di Aceh pada 1999 ini. Scene video klip lagu ini menampilkan ribuan massa yang sedang menyemut di halaman Masjid Raya Baiturrahman.
Kendati tidak mewakili jumlah seluruh lagu bertema serupa yang lahir pra damai, tujuh lagu di atas telah merepresentasikan citra ruang dan waktu masa itu.
Melalui tiga lagu di awal: Yatim Lam Kandoeng, Ie Mata Janda, dan Korban Fitnah, tergambarkan situasi ketika banyak masyarakat sipil di Aceh menjadi korban penangkapan sewenang-wenang di bawah skema militerisme.
Penangkapan sewenang-wenang sering dibarengi dengan tindakan penghilangan secara paksa, di mana korban disekap, disiksa, lalu jasadnya dibuang. Hal serupa juga menyasar perempuan yang kebanyakan diwarnai dengan tindakan kekerasan seksual terlebih dahulu sebelum dibunuh.
Dalam Seri II Aceh Damai dengan Keadilan terbitan KontraS (2006), Forum Peduli HAM Aceh mencatat telah terjadi 1.958 kasus orang hilang. Tim Pencari Fakta Komnas HAM mencatat 163 orang korban orang hilang, sedangkan Kontras mendokumentasikan jumlah korban yang telah terverifikasi sebanyak 350 jiwa.
Peristiwa pembantaian Tengku Bantaqiah dalam lagu Musibah Beutong menyeret korban jiwa hingga puluhan orang. KontraS pernah merilis bahwa pesantren Babul Al-Nurillah menjadi salah satu ladang pembantaian dengan jumlah korban 56 jiwa melayang termasuk Tengku Bantaqiah dan putranya.
Sementara itu, dalam A Reign of Terror, Human Right Violations in Aceh 1998-2000, TAPOL, peristiwa Idi Cut berdarah dalam lagu Arakundoe adalah peristiwa yang diyakini menewaskan 28 orang penduduk, dengan 8 di antaranya ditemukan di dalam sungai Arakundo. Namun, peristiwa ini kelak hanya memahat 7 nama korban di tugu memorial.
Seperti yang telah dijelaskan, lagu berjudul Rumoh Geudong, selain menyinggung kamp penyiksaan di Pidie, juga sebuah tempat bernama Bukit Tengkorak. Tragedi di Rumoh Geudong sendiri masuk ke dalam 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui oleh presiden baru-baru dan akan ditangani melalui mekanisme nonyudisial.
Rumoh Geudong adalah bangunan yang menjadi saksi bisu kengerian operasi militer di Aceh. Banyak laki-laki dan perempuan yang diseret ke sana, disiksa di luar batas kemanusian kemudian dibunuh.
Adapun Bukit Tengkorak adalah sebuah lubang besar di Seurueke yang berlokasi lebih kurang 60 kilometer dari Kota Lhokseumawe, tempat ditemukannya sekitar 150 jenasah manusia berdasarkan ekspose Down to Earth pada November 1998.
Lagu yang dilantunkan oleh duet Bob Rizal dan Desi ini terdengar komprehensif, sebagai sebuah riwayat pelanggaran HAM. Liriknya turut menyinggung tentang lenyapnya hak hidup serta martabat yang menjadi hak asasi rakyat Aceh.
Sementara itu, Yacob Tailah menutup daftar lagu pilihan Matauro dengan judul fenomenal yaitu Referendum, sebuah wacana yang dulu sempat diharap menjadi fajar baru dalam menyongsong Aceh yang terpisah dari Indonesia. Namun, ambisi yang bahkan telah direstui oleh Presiden Gus Dur ini pada akhirnya disengkang oleh DPR.
Demikianlah, kendati dikemas sederhana dalam kultur organ tunggal terkadang dengan tempo cepat serta tidak melankolistis, penyanyi lokal di Aceh pada waktu itu berani menelurkan karya yang berkelindan dengan suasana di bawah teror militer.
Mereka bukan cuma sekadar bernyanyi, tetapi juga pelantang. Sehingga, berbagai kabar mengenai peristiwa pelanggaran HAM di Aceh diketahui hampir seantero Serambi Makkah.