Seperti menghirup udara segar, kemudian muncul kedamaian. Begitulah mungkin yang dapat kukatakan, sehabis mendengar suara seorang tua dari pulau Zanzibar. Mendengar ia bernyanyi aku seperti terkena candu. Bahkan sebelum tiba bulan puasa, aku selalu mengulang dengar lagu-lagunya. Seakan ada sesuatu yang lebih halus di dalam suaranya sehingga membuat decak kagum yang sulit kujelaskan. Namun aku tidak menyebut itu sebagai sesuatu yang mistik. Karena begitulah hakikat kejujuran dalam seni.
Dia bernama Fatma binti Baraka. Atau ditempat asalnya lebih dikenal dengan Bi Kidudé. Putri dari seorang penjual kelapa dan anak didik dari penyanyi terkenal Siti Binti Sa’ad.
Pada Tahun 2005 WOMEX (World Music Expo), menganugerahi penghargaan untuk kontribusinya pada musik dunia. WOMEX adalah pertemuan tahunan industri musik dunia yang berbasis di Berlin. Acara tersebut diadakan di berbagai lokasi seluruh Eropa.
Rasa kagum pada Bi Kidudé, telah menjilati salah satu cakra yang sulit kuredakan untuk jadi tenang. Aku pun mencari tahu tentang dirinya sedalam mungkin. Sebelum tidur, aku selalu menyumpal salah satu lagu favorit darinya yang berjudul “Muhogo wa jang’ombe” ke dalam telingaku. Bahkan aku menggarap tulisan ini sambil mendengar lagunya.
Bi Kidudé, adalah ratu musik Taarab Tanzania yang lahir di pulau Zanzibar, yaitu sebuah kepulauan di sebelah timur pesisir Afrika. Pulau itu juga termasuk kepulauan yang terkenal dengan Rempah-rempah. Di sana disebutkan bahwa sumber pendapatan Zanzibar berasal dari ekspor rempah-rempah seperti pala, cengkeh, kayu manis dan merica.
Musik Taarab yang mempengaruhi Bi Kidude adalah sebuah gaya musik Arab, dengan menggunakan bahasa Swahili, yaitu bahasa ibu orang sebelah selatan Somalia hingga selatan Mozambik yang berbatasan dengan Tanzania.

Sekitar umur sepuluh Tahun, Bi Kidudé melarikan diri dari sekolah dan karena itu dia disebut telah melanggar peraturan adat pada usia dini. Dia juga melanggar tabu dengan merokok dan minum Alkohol. Menurut World Music Expo (WOMEX) dia memulai karir bermusik pada tahun 1920.
Meskipun melanggar aturan adat, pada saat yang sama dia mewujudkan kembali semua aspek budaya besar dari pulau Zanzibar. Tidak ada yang tahu pasti tanggal dan tahun berapa lahirnya sang diva tua itu. Bi Kidudé melarikan diri dari dua orang suami dan menjalani kehidupan yang dia inginkan untuk hidup. Banyak kisah hidupnya yang tak mendapat pengakuan.
Selain bernyanyi, Bi kidudé juga ahli dalam pengobatan tradisional. Bahkan dia mengundang pandangan mistik dari banyak orang padanya. Keahlian meramu rampah-rempah untuk penyakit asma, membuat orang-orang di pulaunya mengantri menunggu pengobatan.
Di Zanzibar orang-orang merasakan kerendahan hatinya. Dia menggunakan waktu luang untuk mengajarkan seniman-seniman musik dengan uangnya sendiri. Menjaga tetangga, kerabat, dengan kisah-kisah keberuntungan juga membela hak asasi perempuan di pulaunya. Dia rela tak menyimpan bekal harta untuk kehidupan masa depan. Mengikuti batin sebagai roh seorang manusia yang penuh kepekaan. Hingga umurnya telah melewati angka seratus tahun, dia masih bernyanyi dalam kehidupan yang sadar. Dia meninggal pada pada 17 April 2013.
Apa yang istimewa menurutku tentang Bi Kidudé, adalah menjalani kehidupan yang dia inginkan melalui musik, sebagai bahasa untuk membuka mata hati semua manusia dalam melihat kehidupan yang sebenarnya. Bukan melulu tentang kisah sandiwara cinta yang manis, namun terdengar celaka. Dan akhirnya, kuucapkan selamat jalan kepada sang diva dari pulau Zanzibar, yang telah memberikan rangsangan dengan kerendahan hati pada jiwa musisi tingkat tinggi di seluruh dunia, melebihi penghargaan musik dunia atas dirimu.
Penulis: Fuadi S Keulayu, Musisi dan Pehikayat.