Sengketa tanah di Asrama Dewan Revolusi di Banda Aceh kembali menyita perhatian masyarakat setelah pernyataan Komnas HAM Perwakilan Aceh menyatakan ada koordinasi antara Komnas HAM dan Kodam Iskandar Muda dalam penanganan kasus ini. Namun, YLBHI-LBH Banda Aceh menyatakan bahwa pernyataan tersebut tidak benar dan merupakan kesalahan dari Komnas HAM Perwakilan Aceh dalam memahami konteks koordinasi dalam kasus ini.
Menurut Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Kodrat, hubungan antara Komnas HAM dan Kodam IM dalam kasus ini seharusnya tidak dianggap sebagai koordinasi, melainkan sebagai tindak lanjut atas laporan yang diterima Komnas HAM. Seperti dalam konteks dugaan tindak pidana yang dilaporkan kepada kepolisian, dimana petugas kepolisian memanggil pihak yang dilaporkan untuk diperiksa atau dimintai keterangan.
”Ketika Kodam IM sebagai teradu diundang oleh Komnas HAM dalam rangka pemeriksaan atau penyelesaian pengaduan, maka dalam konteks ini, hubungan antara Komnas HAM dengan Kodam IM bukanlah suatu hubungan yang koordinatif. Oleh karena itu, Komnas HAM tidak boleh sembarangan mengatakan telah ada koordinasi. Apalagi kata koordinasi digunakan kepada pihak yang menjadi teradu. Hal itu akan melahirkan bias pemahaman publlik dan dapat menimbulkan kesan adanya persekongkolan antara Komnas HAM Perwakilan Aceh dengan Kodam IM,” ungkap, Muhammad Kodrat di Banda Aceh, Sabtu 21 Januari 2023.
Selain itu, Muhammad Kodrat juga membantah pernyataan Komnas HAM yang menyatakan warga tidak bersedia hadir dalam mediasi yang diupayakan oleh Komnas HAM. Menurut pihaknya, warga sama sekali tidak pernah menerima undangan mediasi dari Komnas HAM.
“Baik warga maupun LBH Banda Aceh selaku kuasa hukum warga, sama sekali tidak pernah menerima undangan mediasi dari Komnas HAM. Lagi pula, penyelesaian pengaduan oleh Komnas HAM tidak melulu harus diselesaikan melalui mediasi. Komnas HAM juga berwenang untuk menerbitkan rekomendasi terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Termasuk misalnya rekomendasi agar tidak dilakukannya penggusuran sepihak sampai dengan selesainya proses hukum yang tengah ditempuh warga,” ujarnya.
Menurutnya, mediasi yang diupayakan oleh Komnas HAM juga diduga melanggar prosedur yang ditentukan dalam Peraturan Komnas HAM, misalnya dalam Pasal 20 Peraturan Komnas HAM Nomor 001/KOMNAS HAM/IX/2010 tentang Standar Operasional Prosedur Mediasi Hak Asasi Manusia (Peraturan Komnas HAM Nomor 1 Tahun 2010), sebelum melakukan mediasi, Komnas HAM terlebih dahulu mempersiapkan draft surat pernyataan tertulis yang berisi kesediaan para pihak untuk dimediasi.
Kemudian Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 huruf e Peraturan Komnas HAM Nomor 1 Tahun 2010 menentukan, dalam hal mediasi tidak dapat dilakukan atau penyelesaian sengketa dihentikan/ditutup, maka Komnas HAM harus memberitahukannya kepada pengadu
“Dalam hal ini Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak pernah meminta persetujuan warga untuk dimediasi dan warga juga tidak pernah mengetahui bagaimana perkembangan tindak lanjut pengaduannya, karena memang tidak pernah diberitahu oleh Komnas HAM Perwakilan Aceh,” kata Muhammad Kodrat.
Muhammad Kodrat menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan meminta Komnas HAM RI untuk mengevaluasi kinerja Komnas HAM Perwakilan Aceh dan pejabat-pejabat di dalamnya, terutama jabatan ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh yang sudah dijabat oleh Sepriady Utama sejak tahun 2003. Sehingga Keadaan itu tidak sehat bagi perkembangan roda institusi yang bergerak dalam bidang hak asasi manusia seperti Komnas HAM. Menurutnya. perlu ada penyegaran dalam tubuh Komnas HAM Perwakilan Aceh agar roda organisasi tetap dapat berjalan sehat dan tidak gampang “masuk angin.”
“Apalagi Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama, sudah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh sejak tahun 2003. Itu artinya yang bersangkutan telah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh selama lebih kurang 20 tahun. Oleh karena itu, kami mempersilakan yang bersangkutan untuk dapat mengundurkan diri agar menjadi contoh yang baik bagi pejabat publik lainnya,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Komnas HAM Perwakilan Aceh mengaku Kodam IM melakukan kunjungan dan berkoordinasi dengan lembaganya terkait sengketa lahan rumah warga di Gampong Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Dimana mereka meminta agar Komnas HAM dapat memfasilitasi mediasi antaran Kodam IM dan warga supaya persoalan tersebut tidak berlarut-larut.
Kemudian menindaklanjuti kunjungan tersebut, Komnas HAM Perwakilan Aceh mengundang pengadu melalui kuasa hukumnya yakni LBH Banda Aceh untuk hadir pada Jumat, 23 Desember 2022 lalu untuk memastikan kehadiran mereka di mediasi oleh Komnas HAM dalam penyelesaian kasus
“Karena mediasi baru bisa dilakukan kalau kedua belah pihak menyepakati, tapi pengadu saat itu tidak memenuhi undangan kita sehingga Komnas HAM berkesimpulan pengadu menolak untuk dimediasi,” kata Subkoordinator Layanan Fungsi Penegakan HAM, Komnas HAM Perwakilan Aceh, Mulia Robby Manurung Robby, Kamis, 19 Januari 2023.