Di kalangan anak muda, mungkin tidak ada isu yang paling menghebohkan selain rekrutmen peserta Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang dilakukan oleh sejumlah Komisi Independen Pemilihan (KIP) kabupaten/kota di Aceh.
Saya amat bersyukur tidak mendaftar PPS. Andai ikut mendaftar mungkin saya akan sibuk mencari dukun yang bersedia menyantet siapapun yang curang saat tes PPS dilakukan. Meski mungkin akan sulit juga menemukan dukun yang bersedia dibayar dengan mata uang Bitcoin. Apalagi Bitcoin sedang jatuh nilainya. Kalau mata uang rupiah, apalagi yang berwarna merah itu, yang bergambar Soekarno-Hatta, sudah lama saya tidak melihatnya.
Saya melihat ada tiga daerah dengan seleksi PPS paling riuh. Yaitu Aceh Jaya, Pidie dan Pidie Jaya. Namun yang cukup runyam masalahnya hanya Pidie dan Pidie Jaya.
Di kabupaten Pidie, akun media sosial KIP di sana diserbu netizen. Rata-rata komentarnya bernada kemarahan dan kekecewaan. Misalnya ada netizen yang mengatakan kalau rata-rata yang memiliki nilai paling tinggi tidak lulus, yang nilainya rendah justru lewat. Ada pula netizen yang berujar, sebagus apapun materi jawabanmu, tetap ada orang berkepentingan yang mengatur hasilnya.
KIP Pidie Jaya lebih gawat lagi. Banyak peserta yang galau karena hasil tes Computer Assisted (CAT) dan tes tulis tidak dipublikasi. Tiba-tiba saja kemudian KIP mengumumkan peserta yang lulus. Sementara bagaimana nilai masing-masing peserta, hanya komisioner KIP dan Tuhan yang tau. Bahkan kalau kita mengunjungi akun facebooknya KIP Pidie Jaya, kolom komentarnya sudah ditutup. Mungkin komisioner KIP di sana juga terlalu galau saat membaca cemoohan netizen.
Tetapi begini, -meminjam cara pejabat berbicara- saya menghimbau kepada seluruh kawan-kawan, terutama para peserta PPS yang tidak lulus, agar tidak bersedih hati, tapi marah boleh. Karena kalau terus-terusan sedih mental kalian akan lembek terus, macam kue bada yang digoreng pagi, tapi kalian makan tengah malam. Kalau kalian marah, bagus itu. Gunakan kemarahan itu kelak untuk mengelabui caleg dan calon bupati yang tidak terdidik dan bakai.
Seharusnya kalian tau sejak awal bahwa para komisioner KIP ini juga manusia biasa, punya salah dan khilaf, walau kadang mungkin patut kita duga sering melakukan ketidaksengajaan dengan sengaja. Mereka tidak suci seperti para malaikat. Sekali lagi, asal kalian paham, bahwa pengurus KIP ini dipilih oleh DPRK, ditetapkan juga oleh DPRK, kemudian dilantik oleh bupati. Dari alur ini saja kalian seharusnya mengerti bahwa tiap komisioner KIP patut diduga memiliki kedekatan dengan elit. Dari relasi ini besar sekali kemungkinan setiap kebijakan dalam rekrutmen PPS yang dilakukan KIP ini, hadirnya potensi intervensi politik. Makanya mungkin kalian tidak mendengar suara-suara protes dari anggota dewan yang kalian menjadi timses itu.
Jadi ikhlaskan saja ketidaklulusan kalian. Maklumi saja kalau seandainya ada KIP di daerah kalian yang tidak mengumumkan nilai tes. Mereka mungkin juga takut, bukan takut kepada Tuhan meski mereka rajin salat, tapi kalian harus menduga jika mereka sebenarnya takut kepada orang-orang kuat di DPRK yang memilih mereka dan bupati sebagai orang yang melantik mereka. Itu pun jika seandainya para penguasa ini ada menitipkan orang. Kan tidak mungkin komisioner KIP ini berani idealis, apalagi melawan keinginan elit-elit lokal ini. Lebih baik kalian yang tidak lulus, daripada mereka yang kehilangan pekerjaan dan tidak dilantik lagi saat masa jabatan mereka berakhir di tahun 2023. Itu pun jika KIP ini ada main curang. Tapi saya yakin, dan mengajak kalian semua untuk berbaik sangka, kalau KIP di daerah kalian itu orang-orang yang baik budi, seperti sifat Nabi yang siddiq, amanah, tabligh dan fatanah. Amin.
Penulis: Syahrul Ramadhan Zamani, penikmat sanger dan pemburu buku bekas.