Seiring makin banyaknya pengungsi asal Rohingya yang terdampar, dan diamankan di tempat penampungan di Aceh, khususnya di Kota Lhokseumawe, angka pelarian imigran tersebut pun makin hari kian bertambah. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Matauro.id menyebutkan bahwa di bulan januari 2023 ini saja ada 29 orang yang telah melarikan diri.
Kapolsek Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Iptu Sapruddin mengatakan, sebanyak 24 imigran asal Rohingya kabur pada 3 Januari 2023, dan sehari kemudian 4 Januari 2023 kabur lagi sebanyak 5 orang.
“Saat ini yang tersisa di tempat penampungan sebanyak 146 jiwa dari total 229 jiwa,” sebutnya dihubungi melalui telepon, Kamis (5/1/2023) sebagaimana dilansir Kompas.com.
Sapruddin menambahkan, awalnya polisi menerima laporan larinya sejumlah imigran tersebut dari UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). Dia mengatakan bahwa anggotanya sudah berusaha mencari keberadaan para pelarian imigran Rohingya tersebut. Namun hingga saat ini belum berhasil ditemukan.
Secara terpisah, Camat Blang Mangat, Ridha Fahmi, menyatakan bahwa pihaknya telah meminta agar para imigran Rohingya ini dapat dipindah segera ke penampungan permanen.
Terkait dengan maraknya kasus para imigran Rohingya melarikan diri dari penampungan di Aceh, Kementerian Luar Negeri RI menduga terdapat sejumlah sindikat asing yang dengan sengaja mengarahkan para pengungsi Rohingya agar menjadikan Aceh sebagai transit sebelum mereka dapat diberangkatkan ke Malaysia.
Sejumlah besar imigran Rohingya saat ini telah direlokasi di kamp pengungsian di Blangladesh, akan tetapi saat ini kapasitas lokasi tersebut saat ini sudah penuh. Kondisi ini membuat para pengungsi berinisiatif mencari suaka ke Malaysia lewat agen-agen illegal atau sindikat perdagangan manusia.
Dengan keadaan mereka yang cukup mengenaskan, beberapa pengungsi Rohingya berani membayar sejumlah uang tertentu asal mereka dapat mendarat di Malaysia, tak peduli meski harus menempuh jalan gelap, penuh risiko dan mesti melalui jalur memutar dengan memilih daerah transit sementara yaitu Aceh.
Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Kemlu RI, Achsanul Habib menduga, beberapa pengungsi Rohingya secara sistematis diarahkan agar ke Aceh terlebih dahulu sebelum ke Malaysia, karena dianggap masyarakat Aceh akan lebih terbuka sebab memiliki riwayat masa lalu yang sama, yaitu pernah mengalami konflik.
Dia menambahkan bahwa di atas kapal, mereka dibekali alat GPS yang langsung terkoneksi ke sejumlah lembaga internasional, baik itu LSM maupun kedutaan besar.
“Mereka melakukan sistem drop out, lalu akan diselundupkan ke Malaysia oleh kelompok-kelompok kecil,” ucap Achsanul Habib.
Selain itu, ia menambahkan bahwa imigran masuk saat pemerintah Indonesia sedang sibuk dan fokus pada isu tertentu seperti penyelenggaraan KTT Bali kemarin.