Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh meminta Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk dapat bersikap dan segera menyelesaikan kasus pencemaran lingkungan yang semakin mengkhawatirkan dan telah memakan korban, terutama perempuan dan anak yang tinggal di lingkaran tambang PT Medco E&P Malaka di Aceh Timur.
Walhi melaporkan sejumlah hasil pengamatan mereka terhadap keberadaan limbah udara PT Medco E&P Malaka. Limbah dari proses produk minyak dan gas perusahaan tersebut telah mencemarkan udara dan menimbulkan banyak korban, mulai dari perempuan, anak-anak hingga ibu hamil serta para lansia yang tinggal di dekat kawasan tersebut.
Direktur Walhi Aceh, Ahmad Salihin, menjelaskan bahwa masyarakat yang berada di ring satu pabrik, yaitu Gampong Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur dan Jambo Lubok, sudah 4 tahun lebih terpaksa menghirup bau menyengat dan membuat keberlangsungan kehidupan masyarakat di sana mulai terancam. Warga di sana telah melancarkan protes secara berulang kali sejak 2019 lalu, namun hingga kini belum mendapatkan solusi terbaik.
Malah saat ini dampaknya semakin meluas dan kian membahayakan. “Sebelumnya hanya bau busuk yang membuat warga mual, muntah, pusing hingga ada yang pingsan dan berulang kali harus dilarikan ke rumah sakit. Sekarang kondisinya semakin berbahaya, dan mulai berdampak terhadap kualitas air sumur yang mulai berubah rasa dan kandungannya,” kata Salihin dalam keterangannya, Selasa (10/1/2023).
Pada Kamis, 5 Januari 2023 lalu, tim Walhi meluncur ke wilayah tersebut setelah mendapatkan banyak laporan warga, dan mereka melakukan pertemuan dengan kelompok perempuan Lingkar Tambang, yang memprotes pencemaran tersebut. Dalam pertemuan tersebut, mereka melaporkan keadaan dimana sudah banyak korban yang jatuh dari perempuan dan anak hingga lansia.
Berdasarkan keterangan dari warga, sejak 2019 hingga akhir 2022 sudah 13 orang lebih yang menjadi korban dan semua harus dirawat di Puskesmas. Bahkan sebagian besar korban harus dilarikan ke rumah sakit umum daerah Zubir Mahmud di Idi, Kabupaten Aceh Timur.
Warga sudah pernah mengadukan kasus pencemaran ini ke Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur. Tetapi penyelesaian yang ditawarkan pemerintah belum menyentuh akar masalah, ironisnya warga yang justru diminta untuk dapat beradaptasi saat bau busuk menguar.
“Ini kan lucu, solusi yang ditawarkan kok warga yang harus beradaptasi, seharusnya PT Medco lah yang harus cari solusi dan bertanggung jawab,” kata Shalihin.
Kondisi di daerah tersebut pernah cukup membahayakan ketika pada tanggal 9 April 2021, sebanyak 250 jiwa warga Gampong Panton Rayeuk, Kecamatan Banda Alam terpaksa mengungsi ke kantor Camat karena bau busuk yang dirasakan. “Ini persoalan serius yang harus segera ditangani, terlebih kebanyakan korbannya adalah perempuan, anak-anak, ibu hamil hingga lansia, mereka cukup rentan bila udara tidak sehat,” ujarnya.
Hingga saat ini korban masih terus bergelimpangan. Baru-baru ini, pada 2 Januari 2023, ada satu anak berusia 2 tahun dari Gampong Alue Patong dilarikan ke Puskesmas Alue Ie Merah dan satu orang dewasa mengalami sesak, mual-mual, muntah, pusing.
“Hari itu juga pihak Puskesmas merujuk anak usia 2 tahun itu ke Rumah Sakit Zubir Mahmud di Idi, hingga tanggal 5 Januari 2023 masih dirawat di rumah sakit,” jelasnya.
“Presiden harus segera turun, karena warga sudah pernah melaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Aceh. Tetapi hingga sekarang belum ditanggulangi,” jelasnya.
Bila pemerintah terus mengabaikan aduan warga dan tidak segera ditanggulangi, maka Walhi Aceh bersama warga terdampak akan menggugat PT Medco E&P Malaka atas dugaan pembiaran pencemaran dampak dari beroperasinya perusahaan minyak dan gas itu. “Agar hak-hak hidup sehat warga terjamin,” tutupnya.